Dalam menanggapi berbagai isu sosial yang terus berkembang, kelihatan sekali sebagian besar komentar di facebook ini bersifat determistik. Seolah-olah dunia sosial sudah selesai dipahami masalahnya dan sudah selasai diketahui pula solusinya. Rata2 orang bilang pokoknya ekonomi, pokoknya agama, pokoknya HAM, pokoknya tentara, dst.
Analisis deterministik (pokoknya) memang asyik, tetapi kenyataan sayangnya sering memperlihatkan hal sebaliknya. Dunia sosial adalah dunia material dan sekaligus spiritual yang tidak mudah dipahami dengan teori sekali tendang. Meski dalam beberapa hal memang terjadi rangkaian yang saling terkait, sehingga relativisme epsitemologi mesti ditolak, tetapi menyatakan dengan mudah bahwa peristiwa ini terjadi sebagai akibat peristiwa itu sebaiknya ditunda.
Pada akhirnya lebih baik menempatkan teori sebagai suatu utopia. Meski sering disinisi sebagai sesuatu yang tidak realistis, utopia pada dasarnya justru sangat realistis. Komentator atau pengamat yang meyakini pandangannya sebagai utopia menyadari sepenuhnya kompleksitas dunia sosial. Melampaui keinginan untuk menerangkan (positivisme) atau memahami (hermeneutika), teori sebagai utopia selalu menempatkan dirinya sendiri sebagai subjek yang tidak sepenuhnya tahu ("aku berpikir maka aku ada") tapi juga tidak sepenuhnya buta ("pengarang telah mati"). Ia berada di tengah-tengahnya.
0 Response to "Teori Determinisme Teknologi dan Utopia Teknologi"
Post a Comment